Mendadak STROKE.... membanting bola kaca memori hingga pecah berkeping-keping.. berserakan
Bismillaahi
Rahmaanirrahiim…
Tanggal 15 April
tahun 2015.. hari aku memulai tulisan ini. Kisah yang mungkin biasa, tidak
banyak terkandung keistimewaan maupun hal yang dahsyat. Tapi bagiku, kisah yang
aku ceritakan ini menjadi salah satu rangkaian kisah-kisah penting yang bagiku
luar biasa. Kisah dan kejadian yang mewarnai sejarah kehidupanku di dunia.
Delapan tahun aku pernah hidup di bumi Aceh. Periode tahun 1998 hingga 2005.Tepat ketika Bumi Serambi Mekah
itu berada dalam masa-masa kegentingannya. Membara karena perseteruan bersenjata
dan hancur lebur ketika diterjang
gelombang raksasa tsunami. Dan ketika kemudian aku berpindah ke Bumi
Banten dan Pasundan, kupikir sudah tak akan aku temui lagi hal kejadian “besar”
dalam sisa usiaku.
Tahun 2012.. aku
mendapat penempatan di Unit Kebun kelapa sawit Milik PTP Nusantara 8, tepatnya di Kebun
Kertajaya Banten sebagai Kepala Tanaman (di Sumatera istilahnya Assisten kepala, atau HTO kalau di Jawa Tengah). Lokasi Kantor Induk Kebun ada di wilayah kabupaten Lebak.
Sedang rumah dinas yang aku tempati berada di Unit Sanghyangdamar, masuk
wilayah kabupaten Pandeglang. Istri dan anak-anakku mendiami rumah kontrakan di
Kota Rangkasbitung. Seminggu sekali aku pulang. Sabtu sore pulang ke Rangkas,
dan senin pagi kembali lagi ke kebun.
Rumah dinas yang
aku tempati besar. Sangat besar malahan. Mempunyai 8 kamar tidur. 4 di rumah
induk serta 4 lagi di paviliun. Masing-masing kamar dilengkapi kamar mandi dalam.
Sebagian bahkan sudah ber-AC. Ditambah dapur serta satu ruangan besar sebagai
aula. Saat itu bertepatan dengan masa orientasi bagi para Calon Staff
Perusahaan. Ada 5 orang yang berdiam di rumah dinasku. Faridah dan Fiki,
menempati satu kamar depan di dalam rumah induk. Serta Uki, Ragil dan Wawan
tinggal di satu kamar paviliun luar. Dua kamar luar lainnya dipakai menginap buat para pengawas
pekerjaan Land Clearing dari perusahaan rekanan. Jadi, meskipun berpisah dengan
anak istri, aku tidak sendirian tinggal di rumah besar itu.
Aku ingat, sejak
awal minggu itu memang sudah tersibukkan dengan agenda kerja yang padat. Hari
senin aku mempersiapkan dan memandu acara presentasi para Calon Staff dari
kebun Kertajaya, serta dihadiri juga para Calon Staff dari kebun Bojongdatar.
Bapak Administratur yang memimpin acara presentasi, aku sebagai moderatornya.
Acara selesai sore, langsung disambung persiapan kegiatan esok harinya. Hari
selasa dan rabu diselenggarakan kegiatan pelatihan managemen Kelapa Sawit,
dengan instruktur dari LPP (Lembaga Pendidikan Perkebunan) Medan. Acara diikuti Manager Wilayah, Kepala Bagian
SDM, Administratur kebun kelapa sawit, Kepala Tanaman, Kepala Urusan, Perwakilan
Kepala Afdeling serta perwakilan karyawan pelaksana. Cukup sibuk kami
mempersiapkan tempat penginapan para tamu tersebut. Untuk instruktur LPP,
Manager Wilayah, Staff kantor pusat serta peserta dari unsur Kepala Afdeling
dan Karyawan Pelaksana kami sediakan tempat di Mess induk Kebun Kertajaya dan Mess
Kebun Bojongdatar. Sedang di Mess Sanghyangdamar, kediamanku, akan dipakai
menginap Kabag SDM, tiga orang Administratur Kebun, tiga Kepala Urusan serta tiga
orang Kepala Tanaman kebun. Hari selasa pagi istriku menyusul ke kebun, untuk pengaturan konsumsi tamu. Para Calon Staff
serta pengawas pekerjaan Land Clearing untuk sementara waktu diinapkan di
tempat lain.
Acara akhirnya
dimulai, dan berjalan dengan lancar. Sebagai tuan rumah, sudah selayaknya aku
mengerahkan segenap tenagaku untuk kesuksesan acara ini. Aku sudah bangun
ketika yang lain masih tidur, dan baru bisa tidur ketika yang lain sudah beristirahat. Apalagi jarak antara Mess rumah dinasku ke Aula tempat kegiatan
cukup jauh. Sekitar 25 KM dengan kondisi jalan yang rusak parah. Habis sarapan
kami berangkat, dan selepas makan malam kami kembali pulang.
Pada
hari kedua rabu sore hari, ada kegiatan yang bagiku terasa tidak biasa. Dari
sekian banyak jenis Game yang dijalankan, ada satu game yang menjadi jatah
giliranku untuk turut serta. Satu kelompok sekitar 6 orang. Kami disuruh
berdiri berurutan. Mataku ditutup kain, kedua kakiku diikat tali. Lalu kami
diminta untuk beradu balap lari dengan kelompok lain dengan rute yang telah
ditentukan. Aku ingat perasaanku saat itu. Capek dan dongkol luar biasa. Dalam
hatiku terus menggerutu. Dimana logikanya, kaki diikat tapi disuruh balap lari.
Peserta yang lain menjadi supporter. Terus meneriaki kami agar tetap semangat
dan menambah laju kecepatan lari. Betul-betul luar biasa capek yang aku rasakan
saat game itu. Sebagai tuan rumah saja aku sudah tersita stamina, apalagi
ditambah jenis acara kegiatan seperti itu. Menjelang finis aku sudah tak tahan
lagi. Aku berhenti, tutup mata kubuka, ikatan kaki kulepas.
Aku tinggalkan arena game, menuju dapur belakang mencari air minum.
Sisa acara sudah
tidak aku ikuti dengan penuh perhatian lagi. Saat penutupan dengan api unggun
di halaman kantor, kami berdiri melingkar bergandengan tangan, Instruktur
memberi materi renungan. Perlahan aku lepas pegangan tangan di kanan kiriku. Ku
pegang tangan keduanya dan aku sambungkan. Lalu aku menyelinap meninggalkan
halaman. Menuju ruang kerjaku di dalam kantor. Duduk menyender di kursi kerja,
menikmati rasa lelah yang luar biasa…
Rekaman video suasana pelatihan
Dan sekitar jam 10
malam, acara ditutup selesai. Tetapi tetap, sebagai tuan rumah aku tidak bisa begitu saja pulang. Aku temani sebentar instruktur LPP yang sedang
berkemas, Pak Seno dan Bu Endang, serta mengawasi pekerja yang membenahi ruang
aula tempat acara. Lalu aku pamit setelah aku pastikan tidak ada lagi yang
mereka perlukan.
Aku pulang
meninggalkan aula Kertajaya sekitar jam 11 malam. Memakai Taft Rocky, Ragil
yang menyetir. Irman, supir dinasku, mengantarkan istriku pulang ke Rangkas. Calon staff lainnya ada di bangku belakang. Aku sempat terlelap
sejenak saat di perjalanan pulang itu.
Sampai di rumah
Sanghyangdamar sekitar jam 12 tengah malam. Kami turun, sepintas sempat aku cek
kamar yang biasa dipakai para pekerja kontraktor Land Clearing. Faridah dan
kawan-kawannya menuju kamar kosong di samping kamar tidurku. Disitu mereka
sementara menyimpan barang-barang pribadinya. Aku sempat bergabung sebentar di
situ. Menemani mereka yang sibuk memilih dan mengambil barang-barangnya. Begitu
selesai, mereka pamit untuk istirahat di kamarnya masing-masing. Aku duduk di
kursi meja makan ruangan tengah.
Memoriku hanya
sampai di situ. Aku tak ingat lagi kejadian setelahnya. Segala yang aku
ceritakan setelah ini adalah hasil dari penuturan istriku, Mang Rusdi penjaga
rumah, Pak Enceng Kepala Adsi, Pak Eman petugas umum, Faridah, Nisa, Uki serta
sahabat-sahabat lainnya. Kisah-kisah mereka itu aku himpun lalu aku sambungkan
menjadi sebuah susunan cerita….
Pada sekitar jam 3 dini hari itu ternyata ada
rombongan tamu yang datang ke rumah. Rombongan dari Kebun Agrabinta Cianjur, untuk
mengantar Pak Momon Purnomo, seorang Staff yang hendak mutasi ke kebunku Kertajaya. Rombongan ini
rencananya akan datang pagi hari saat sarapan. Tapi lewat tengah malam mereka sudah
sampai ke Sanghyangdamar dan langsung menuju rumahku. Satpam memanggil penjaga
rumah, Mang Rusdi, agar datang.
Mang Rusdi ini
memegang kunci rumah. Jadi dia bisa membuka pintu rumah dan masuk ke dalam. Dia
langsung menuju kamarku.
Dari cerita Mang
Rusdi, sudah terdengar suara aneh keluar dari dalam kamarku. Dia mengetuk pintu
kamar tapi tak ada sahutan dariku. Hanya suara dengkuranku yang terdengar. Tapi
bukan suara dengkuran biasa. Suara dengkuran keras yang terdengar aneh menakutkan.
Karena penasaran, Mang Rusdi mencoba mengintip dari lobang yang ada di atas
pintu kamarku. Terlihat aku terbaring tergeletak di tempat tidur. Dengan kepala dan separuh tubuh yang terjuntai ke lantai, serta sprei tempat tidur dan bantal yang awut-awutan. Di sekitarku terlihat bekas-bekas
muntahan (muntahanku berwarna merah, sempat terpikir oleh Mang Rusdi saat itu
kalau itu adalah darah). Mang Rusdi langsung membuka pintu dan masuk ke kamar. Aku sudah memakai pakaian rumah. Berarti aku sudah mandi, ganti pakaian serta sudah dalam kondisi tidur.
Mang Rusdi mencoba
membangunkanku, tapi aku tak bergeming. Dia lalu memanggil beberapa orang yang
ada pada saat itu. Pak Usep Saefulloh, Kepala rombongan dari Agrabinta, Pak Eman
serta yang lainnya. Mereka yang ada di rumah saat itu mulai merasa kebingungan
dan panik melihat kondisiku. Akhirnya mereka sepakat untuk menghubungi
Puskesmas Kecamatan Picung, meminta ambulan untuk membawaku ke rumah sakit.
Ambulan datang,
mereka menaikkanku lalu membawaku menuju rumah sakit di Kota Serang. Sekitar
Shubuh aku sudah sampai di Kota Serang, ke Rumah Sakit Sari Asih. Pagi hari itu
juga, Pak Enceng beserta Pak Wawan langsung menyusul ke Serang.
Atas seijin dan instruksi dari Pak Budihardjo, Administratur Kertajaya yang
saat itu sedang acara rapat dinas di Kantor Pusat Bandung.
Karena satu dan
lain hal, Rumah Sakit Sari Asih tidak bisa untuk melanjutkan pengobatan atas
diriku. Aku dirujuk untuk dipindah ke Rumah Sakit Krakatau Medika di Cilegon,
rumah sakit kepunyaan PT Krakatau Steel.
Disinilah peran
Pak Enceng sangat menentukan dalam keselamatan nyawaku. Kantorku belum punya
hubungan kerjasama dengan rumah sakit ini. Pak Enceng bahkan langsung menelepon secara khusus kepada
Direktur Utama PTPN 8, Bapak Dadi Sunardi. Melapor dan memohon ijin untuk
melakukan tindakan demi keselamatanku. Jawaban Pak Dirut saat itu ,”Pokoknya
apapun yang bisa Pak Enceng lakukan, maka lakukanlah”.
Subhanallaah…..
Pihak Rumah sakit memerlukan dana jaminan untuk biaya penangananku. Mengingat aku harus menjalani operasi pembedahan yang tergolong dalam kategori operasi besar. Pak Enceng menelepon pak Bai, petugas kasir yang saat itu masih berada di kebun untuk mengkondisikan kebutuhan ini, Pak Bai bergegas berangkat menuju Cilegon, berdua dengan pengemudi kendaraa pool kebun. Singgah di kantor BRI Banjarsari untuk menyiapkan dana yang dibutuhkan. Tanpa dibekali prosedur yang memadai, hanya berdasar rasa saling percaya antara kedua belah pihak, dana yang lumayan besar itu bisa dia dapatkan. Kembali dia bergegas meneruskan perjalanan menuju Cilegon. Terbayang dalam benaknya bahwa kehadirannya membawa dana itu sangat ditunggu untuk tindakan penyelamatanku. Saat itu pada rute antara daerah Pandeglang ke Serang sedang giat dilaksanakan pekerjaan pengecoran jalan. Berulang kali pak Bai berusaha agar kendaraanya tidak terhenti akibat buka tutup jalan di area pengecoran tersebut. Bahkan dia sampai turun dari mobil, memandu mobil agar diijinkan mendapatkan jalan untuk bisa sesegera mungkin melaju menuju Cilegon. Dan akhirnya dia mencapai Rumah Sakit Krakatau Medika di Cilegon menjelang siang.
Istriku siang itu sudah
menyusulku ke rumah sakit. Terpaksa meninggalkan ketiga anak kami di rumah Rangkasbitung. Tindakan-tindakan selanjutnya sungguh benar-benar berpacu dengan
waktu. Dokter spesialis bedah saraf yang menanganiku saat itu, Dr. Anton
Sirait, menyampaikan bahwa dia tidak berani memberikan gambaran
apapun tentang kondisi yang mungkin akan terjadi padaku. Dia meminta persetujuan untuk segera melakukan tindakan pembedahan atasku.
![]() |
kondisi awal saat masuk ICU RS Krakatau Medika |
Istriku memberikan persetujuan. Dan operasi atasku segera dimulai. Batok kepalaku dibuka. Ada bekas sayatan pisau bedah di atas keningku. Operasi pertama ini untuk membersihkan ruang otak yang tergenangi darah, akibat pembuluh yang pecah. Genangan darah di otak mampu mematikan jika tidak segera dibersihkan. Operasi berjalan lancar. Untuk sementara waktu nyawaku terselamatkan, meski masih tetap tanpa jaminan bakal seperti apa kondisi yang terjadi dengan diriku. Tim dokter yang melakukan tindakan operasi saat itu terdiri dari dokter bedah saraf, dokter spesialis jantung, dokter spesialis paru, dokter spesialis penyakit dalam serta dua dokter lagi yang aku lupa. Total ada 6 dokter spesialis yang memberikan penanganan atasku.
Untuk sementara
waktu aku diinapkan di ruang ICU. Beberapa hari kemudian akan dilanjutkan
dengan operasi kedua. Operasi VP-Shunt, untuk memasang semacam selang kecil
menggantikan pembuluh darah kepalaku yang pecah. Kondisiku masih koma, belum
sadar, meski secara medis sudah tertolong.
Beberapa hari
kemudian dilanjutkan operasi kedua. Dokter Sirait sempat mengeluh ke istriku,
tentang dahak yang menumpuk di tenggorokanku. Jika penanganan dengan obat tidak
berhasil, terpaksa leherku akan dilobangi, untuk mengeluarkan dahak itu (inilah
salah satu akibat dari kebiasaan burukku, menjadi perokok sekian waktu
lamanya).
Dengan Tim Dokter
yang sama, operasi VP-Shunt ini dilanjutkan. Batok kepalaku kembali dibuka, dari pembuluh darah yang pecah itu dipasang pembuluh sintetis (semacam
selang kecil), lalu melalui bagian dalam leher disalurkan ke dalam perut,
disambungkan dengan organ pembuangan. Alhamdulillah, operasi kembali berjalan
lancar.
Beberapa hari
kemudian aku sudah bisa membuka mata dan siuman. Tapi belum ada sepatah katapun
yang terucap dari mulutku. Tatapan mataku terlihat kosong, tanpa ekspresi.
Istriku mengucap
syukur atas keselamatan nyawaku. Meskipun masih tetap, belum ada gambaran dari
dokter tentang kondisi yang diharap bisa aku capai paska kesembuhan nanti. Aku
pun dipindah kamar. Tidak lagi di ruang ICU, tapi pindah ke kamar perawatan.Total sekitar empat minggu aku menjalani perawatan di rumah sakit Krakatau Medika. Sudah
melewati masa kritis, tinggal menjalani masa pemulihan. Pemulihan jiwa dan
raga.
Hari saat aku terserang Stroke adalah satu hari menjelang masuk bulan Ramadhan. Selama sebulan penuh tak seharipun ibadah puasa yang aku jalankan. Istriku menjalani hari-hari puasa di Rumah Sakit. Pada saat-saat awal, Pak Asep petugas kesehatan Kertajaya, Faridah, Nisa serta beberapa Calon Staff lainnya sempat menemaninya menginap di sana.
Hari saat aku terserang Stroke adalah satu hari menjelang masuk bulan Ramadhan. Selama sebulan penuh tak seharipun ibadah puasa yang aku jalankan. Istriku menjalani hari-hari puasa di Rumah Sakit. Pada saat-saat awal, Pak Asep petugas kesehatan Kertajaya, Faridah, Nisa serta beberapa Calon Staff lainnya sempat menemaninya menginap di sana.
Minggu ke lima aku
dipindah ke Rumah Sakit Missi Rangkasbitung. Rumah sakit yang ada di kota
tempat tinggalku. Di Rumah Sakit Missi inilah aku bisa memulai latihan untuk
menggerakkan tubuh. Bangun dan berjalan. Minimal berjalan menuju kamar mandi.
Atas saran dokter di Krakatau Medika, istriku sudah sempat membelikanku kursi
roda. Kakak ipar di bekasi yang membelikan dan mengirimkannya ke Rangkasbitung.
Dua minggu aku di
Rumah Sakit Missi, lalu kembali ke rumah kontrakanku di Rangkasbitung.
Sejak hari aku
mengalami kejadian pecah pembuluh darah, tanggal 19 Juli 2012, hingga
pertengahan bulan September, tak ada satupun memori yang aku punya. Saat itu
suasana memori ingatanku benar-benar kacau balau. Aku mencampur adukkan
memori-memori masa kecilku dulu, dengan memori-memori kekinian. Ketika istriku
bicara tentang kebun Sanghyangdamar, kebun tempat aku berdinas saat
itu di daerah Pandeglang, yang muncul di kepalaku adalah suasana Kebun Getas di Salatiga (Milik PTPN 9,
dahulu PTP 18). Kebun tempat aku menghabiskan masa kecil, sekitar tiga puluhan
tahun yang lalu. Yang ada kemudian istriku meminta ibu untuk melayani
pembicaraanku. Agar bisa menyambung…
Untuk memudahkan
penggambaran, aku ibaratkan saat itu otakku seperti CPU Komputer yang terendam
air. Sehingga antar folder terjadi konsleting, batas antara memori masa lalu
dan masa kini tak jelas lagi… campur aduk..
Total sekitar 6
minggu aku di rumah sakit, tak ada satupun kejadian yang kuingat. Sesuai
penuturan istriku, saat di Rumah Sakit Cilegon aku menerima banyak kunjungan
dari kerabat maupun sahabat yang menengok keadaanku. Para famili dari Bekasi,
Depok, Kampung Rambutan, Tanjung Priok, Rawamangun, Sukoharjo, Salatiga, Jogjakarta,
Semarang, Cibinong, Tangerang. Juga teman-teman kuliah angkatanku serta angkatan istriku, alumni
UNS. Ada juga kunjungan dari teman-teman SMA-ku. Serta pastinya kunjungan dari
sesama keluarga besar PTPN 8. Dari Kebun Kertajaya, Bojongdatar, Cisalak Baru,
Cikasungka, Sukamaju serta dari Kantor Pusat dan Kantor Wilayah, termasuk
kunjungan Pak Kosasih, Konsultan PTPN 8.
Mendengar dari
istriku tentang banyaknya sahabat yang datang menengok saat sakit dulu, aku
mengucap syukur ke Illaahi Rabbi. Betapa beruntungnya hidup di dunia dengan
dikelilingi orang-orang yang saling perhatian dan menyayangi…
Memori pertama
yang aku ingat adalah ketika aku membuka pintu rumah Rangkasbitung dan ada Orang Tua serta anak-anakku di situ. Kata istriku, itu adalah kejadian pada pertengahan bulan
September, sepulang aku menjalani kontrol pertama di Rumah
Sakit Krakatau Medika.
Pada awal bulan
September konon ada beberapa kunjungan ke rumahku. Dari Bapak Budihardjo dan
ibu, Bapak Kastoyo beserta rombongan dari Kebun Boda, Pak TB Hidayat sekeluarga
serta rombongan Pak Herwin dkk. Sayang aku tak mengingat kunjungan itu,
meskipun aku sudah mampu bercakap-cakap dengan tamu yang datang.
Kunjungan yang aku
ingat pada bulan September itu adalah dari Mas Narto Petugas Umum Cisalak serta
Papam PTP. Cuman entah kenapa, suasana rumah yang ada di memoriku saat
kunjungan itu berbeda dengan suasana rumah yang sebenarnya. Suasana rumah sudah
benar saat kunjungan berikutnya, saat Pak Adi Gunari dan Pak Wawan menengok ke rumah, serta
kunjungan rombongan Staff yang kebetulan sedang rapat kerja lalu
singgah menjengukku. Saat itu yang berkunjung ke rumahku ada Pak Hardi, Pak Budi
Herdiana, Haji Dinni, serta rombongan lainnya. Konon kami sempat
bercakap-cakap, tapi aku kurang yakin kalo omonganku sudah menyambung dengan
tamu-tamuku. Termasuk saat kunjungan Keluarga istriku dari Jakarta, Tangerang dan Bekasi.
Pada akhir bulan september aku keluar dengan menyetir mobil. Pikiranku saat itu sedikitpun tak
terlintas kalau aku habis mengalami kondisi sakit berat. Sekarang aku ingat,
istriku saat itu duduk disampingku dengan wajah dan badan yang menghadap ke
arahku. Dengan wajah serius mengamati caraku menyetir mobil. Rupanya dia tegang
dengan caraku menyetir mobil. Saat itu tak terfikir olehku keanehan itu.
Syukurlah perjalanan pertamaku menyetir mobil itu berjalan sukses, aman
berangkat dan pulangnya. Tapi ada kejadian lain, saat aku mencoba keluar rumah
mengendarai sepeda motor. Saat itu istriku sudah melarang, tetapi karena saat itu memang tidak sadar kalau sedang sakit, aku tetap mengambil kunci motor
dan berusaha membawa motor keluar. Tepat ketika aku sudah duduk di atas motor
dan kedua kaki menapak lantai, aku rasakan telapak kakiku serasa menginjak
kapas. Tanpa tenaga sama sekali. Akhirnya aku mendarat dengan mulus di lantai
rumah. Jatuh tertimpa sepeda motor. Istri bergegas datang menolongku. Seingatku, sejak saat itulah mulai tertanam dalam benakku, bahwa aku sedang
sakit.
![]() |
Perjalanan keluar pertamaku menyetir mobil. Berat badanku turun 18 Kg selama kurang dari 2 bulan |
Pada pertengahan bulan oktober aku mulai mencoba masuk kantor lagi. Istri mendampingiku di rumah dinas kebun. Ibu kandung dan ibu mertuaku sementara tinggal di rumah kontrakanku. Jadi anak-anak ada yang mengawasi di situ. Dua minggu aku memulai masuk kantor, lalu di akhir bulan oktober aku menerima SK mutasi, menuju Kebun Cisalak Baru dengan mendapat penugasan sebagai Staff Kebun sekalian menjalani masa pemulihan. Saat kami hendak berangkat meninggalkan rumah Sanghyangdamar, Mak Rumsih masuk ke kamar melepas kepergian kami. Mak Rumsih ini pegawai yang biasa melayani kebutuhanku selama di Sanghyangdamar. Dengan airmata menetes dia memeluk istriku, mengucapkan selamat jalan. Aku juga ada di dalam kamar, melihat kejadian itu tanpa ekspresi atau perasaan apapun yang tersirat. Kosong, hampa...
Pada bulan November, entah kenapa selang sintetis yang ditanamkan dari kepala tiba-tiba keluar dari jahitan perutku. Kembali aku menjalani operasi di RS Krakatau Medika selama dua minggu, untuk melepas selang yang tertanam di dalam kepalaku. Sebenarnya ada keanehan yang dirasakan istriku saat menemaniku di rumah sakit. Selama dua minggu penuh di rumah sakit itu tak sekalipun aku mengeluh. Tak ada tanda-tanda muncul kalau aku gelisah, cemas atau senewen. Gejala yang biasa dialami orang yang dirawat di rumah sakit karena bosan. Moodku saat itu berjalan datar-datar saja. Persis kayak orang yang sedang tidak ditimpa masalah kesulitan. Yahhh.. saat itu memoriku mungkin baru pulih tersusun sekitar tiga puluh persen. Sehingga tak ada rasa jenuh yang menyerang.,
Bulan Februari
kami pindah rumah, menempati rumah dinas Kebun Cisalak Baru. Total ada setahun
lebih aku menjalani status sebagai Staf Kebun Cisalak Baru.
Sungguh terasa
sekali menjalani hari-hari selama setahun lebih tanpa status jabatan di
tempatku bekerja. Seiring bertambahnya waktu, memoriku pun berangsur pulih. Dan
semakin memoriku kembali pulih, rasa tertekankupun semakin terasa.
“Lhoo…. Aku
ini habis sakit apa…”
“Sejak kapan
aku punya penyakit darah tinggi…”
“Sejak kapan aku
berpotensi menderita serangan stroke”
Pertanyaan-pertanyaan
itu terus mengganggu pikiranku. Pada bulan juni aku sempatkan datang ke
sebuah pesantren di Kota Serang. Di situ aku minta untuk diruqyah. Karena
sempat terbersit dalam pikiranku, jangan-jangan sakit yang aku alami ini akibat
dari gangguan makhluk halus atau sejenisnya. Tetapi saat diruqyah itu aku tak
merasakan respon apapun dari dalam tubuhku.
Sakit yang aku
alami ini bisa kugambarkan seperti ini ; Pusat memoriku ibarat tabung kaca yang
tersimpan rapi, lalu jatuh terbanting dan pecah berkeping-keping. Selama
setahun lebih itulah aku mengumpulkan kepingan-kepingan yang berserakan.
Lalu menyusunnya kembali agar berbentuk suatu pola. Persis seperti Papan Puzzle
besar yang berserakan, lalu kita menyusun kepingan demi kepingannya.
Sampai
sekarangpun, setelah hampir tiga tahun dari kejadian stroke itu, aku tak yakin
kalau semua kepingan memoriku itu sudah tertata kembali pada tempatnya.
Terkadang aku bertemu dengan suasana yang aku sebut dengan istilah “Klik”.
Yaitu peristiwa ketika sebuah kepingan itu kembali tertata lagi pada “cetakannya”.
Pada tahun 2013 lalu suasana seperti ini sering sekali aku temui. Semakin
bertambah waktu semakin jarang aku temui peristiwa “Klik” ini. Saat-saat terjadi “klik” adalah saat-saat ketika fikiranku cenderung kosong. Yang
paling sering adalah ketika aku mengambil air wudhu, saat wajahku berhadapan
langsung dengan pancuran air yang keluar dari keran, di saat inilah paling
sering aku temui kejadian “klik” ini.
Aku sempat ngobrol dengan seorang dokter temanku. Membahas kejadian stroke yang kualami. Meskipun dimungkinkan, tetapi sangat jarang terjadi orang tidur terkena serangan stroke. Tidur adalah fase dimana seseorang menjalani masa istirahat. Tekanan darah saat itu biasanya turun. Dugaan kuat yang ada dalam pikiranku, pecahnya pembuluh darah terjadi saat sore hari. Ketika aku melakukan kegiatan game di kertajaya itu. Saat itu aku rasakan kelelahan yang luar biasa. Kaki diikat tapi menjalani balap lari. Begitu luar biasa, rasa lelah saat itu. Ditambah perasaan yang mendongkol. Besar kemungkinan saat itulah terjadi retakan di pembuluh darah, sehingga ada rembesan ke luar. Dan malam harinya, saat aku tertidur, rembesan itu sudah menjadi genangan yang menutupi ruang otakku. Wallaahu 'alam...
Hari Raya tahun 2013, aku merayakannya di Bekasi, tempat kakak iparku. Memoriku saat itu mungkin sudah mendekati Sembilan puluh persen yang terkumpul. Semakin lama, semakin banyak susunan memoriku yang terkumpul, dan itu justru semakin menimbulkan beban dalam hati dan fikiranku.
Aku sempat ngobrol dengan seorang dokter temanku. Membahas kejadian stroke yang kualami. Meskipun dimungkinkan, tetapi sangat jarang terjadi orang tidur terkena serangan stroke. Tidur adalah fase dimana seseorang menjalani masa istirahat. Tekanan darah saat itu biasanya turun. Dugaan kuat yang ada dalam pikiranku, pecahnya pembuluh darah terjadi saat sore hari. Ketika aku melakukan kegiatan game di kertajaya itu. Saat itu aku rasakan kelelahan yang luar biasa. Kaki diikat tapi menjalani balap lari. Begitu luar biasa, rasa lelah saat itu. Ditambah perasaan yang mendongkol. Besar kemungkinan saat itulah terjadi retakan di pembuluh darah, sehingga ada rembesan ke luar. Dan malam harinya, saat aku tertidur, rembesan itu sudah menjadi genangan yang menutupi ruang otakku. Wallaahu 'alam...
Hari Raya tahun 2013, aku merayakannya di Bekasi, tempat kakak iparku. Memoriku saat itu mungkin sudah mendekati Sembilan puluh persen yang terkumpul. Semakin lama, semakin banyak susunan memoriku yang terkumpul, dan itu justru semakin menimbulkan beban dalam hati dan fikiranku.
Almarhum bapak
wafat dengan cerita yang sangat mirip dengan kejadian yang aku alami. Saat itu usianya
lima puluh tahun, menjabat sebagai Administratur di kebun teh Kaligua milik
PTPN 9 di daerah Bumiayu, Brebes. Saat itu beliau ada acara di luar kebun, lalu pulang ke rumah sekitar
jam sembilan malam. Beliau langsung mengumpulkan jajaran staff kebun untuk
rapat. Baru kemudian beliau bersiap untuk istirahat. Beliau mandi lalu
mengerjakan shalat Isya. Terus disambung dengan Shalat Tahajud sampai shubuh.
Selesai shalat, saat beliau bersiap hendak ke pabrik, ibuku sempat mencegahnya.
Bapakku menurut. Beliau ganti pakaian lalu berbaring di samping Ibu. Baru
sekitar lima belas menit beliau berbaring tiba-tiba bapak tersedak hingga
terduduk. Lalu jatuh lunglai di pembaringan lagi. Beliau sudah setengah sadar
sejak saat itu. Tidak mampu berbicara apapun. Bapak langsung dibawa
ke Rumah Sakit di Purwokerto. Malamnya, sekitar jam 7, Bapak pulang menghadap Penciptanya.
Baru sekarang aku mendengar cerita, bahwa penyebab bapak meninggal dulu itu
ternyata juga karena pecah pembuluh darah. Saat itu ilmu kedokteran belum
semaju sekarang ini. Sebelum wafat, aku memang tahu kalau bapak menderita sakit
jantung, tapi bukan tekanan darah tinggi. Baru sekarang aku paham, bahwa
gangguan jantung itu juga berkaitan erat dengan gangguan tekanan darah.
Teramat banyak
hikmah yang aku petik dari kejadian ini. Saat aku kuliah,
sudah tertanam erat dalam fikiranku bahwa setelah lulus nanti aku akan bekerja
di PTP 18. Saat Bapak wafat tahun 1994, rombongan pejabat kantor direksi yang
melayat sudah menyampaikan ke ibu, agar nanti jika sudah lulus aku segera
menghadap ke kantor direksi untuk menggantikan bapak. Dan ketika aku dinyatakan
lulus pada akhir tahun 1996, PTP 18 ternyata sudah tidak ada. Karena sejak
pertengahan tahun 1996 sudah digabung dengan PTP 15 – 16 menjadi PTPN 9, dan
mayoritas direksinya berasal dari PTP Gula. Maka hangus pulalah segala kesepakatan yang
pernah terlahir sebelumnya. Selama setahun aku bekerja menjadi staff keuangan
di sebuah perusahaan property di kota Semarang, sambil tetap mengajukan lamaran
ke perusahaan-perusahaan perkebunan. Semua PTP Nusantara, dari PTPN 1 hingga
PTPN 14 seingatku aku kirimi lamaran pekerjaan. Alhamdulillah, sejak awal tahun
1998 akhirnya aku diterima di PTP Nusantara 1, meski harus menuju ke ujung
barat negeri ini Nanggroe Aceh Darussalam. Awal tahun di Aceh keadaan berjalan
dengan lancar. Tetapi ketika meletus gejolak reformasi pada pertengahan 1998,
situasi di Bumi Aceh pun turut bergejolak. Kalau pada tahun sebelumnya daerah
yang membara karena konflik bersenjata hanya di Pidie, Aceh Utara dan sebagian
Aceh Timur, maka selepas tahun 1999 itu hampir seluruh daerah di propinsi Aceh
bergejolak. Membara karena maraknya kekerasan bersenjata dan tuntutan untuk
referendum.( Darurat-militer-nanggroe-aceh-darussalam )
( Kisah-penyelamatan-sandera )
( Kisah-penyelamatan-sandera )
Dan masa
keberadaanku di Aceh ditutup dengan amuk samudera yang meluluh lantakkan bumi Aceh.
Ratusan ribu nyawa melayang akibat gempa dan tsunami, termasuk salah satu
sahabat karibku Bang Irfan Lubis.( Aceh-barat-26-desember-2004 )
Aku tidak berani
berfikir bahwa cobaan yang aku alami adalah musibah yang besar. Di luar sana
banyak aku mendengar kisah-kisah tentang orang yang mengalami cobaan yang jauh lebih
berat. Dan mereka tabah. Mampu merubah kesulitan yang mereka hadapi menjadi batu loncatan untuk meraih tempat yang lebih tinggi.
Aku suka melihat
acara Televisi Sore hari. Terutama di Trans7 saat acara “orang pinggiran”,
“merajut asa” dan sejenisnya. Di situ aku melihat bahwa cobaan yang aku alami
tidaklah sebanding dengan beratnya musibah yang orang lain derita. Tetapi mereka
tetap mampu sabar dan tabah menjaga harapan hidupnya agar tetap menyala.
Sobat, ketika
dirimu berfikir bahwa masalah yang kamu hadapi adalah masalah yang paling berat
maka disitu jugalah kamu menjauhkan dirimu sendiri dari harapan akan kedatangan
pertolongan Tuhan. Bersabarlah, karena Tuhan tidak akan memberimu beban masalah
melebihi kemampuanmu untuk menanggungnya..
Dan pada bulan Januari tahun 2014 akhirnya aku mendapat kepercayaan kembali dengan mendapatkan SK penempatan sebagai Kepala Tanaman (Assisten Kepala) di Kebun Cikasungka Bogor. Kebun yang juga pernah menjadi tempat tugasku pada periode tahun 2006 - 2009 sebelumnya. Jadi ada sekitar 1,5 tahun aku menjalani masa pemulihan dari sakitku ini.
Kini, sudah empat belas bulan lebih aku menjalani waktu-waktu normalku. Dan sudah hampir tiga tahun sejak hari terkena stroke dulu itu. Beberapa kali terjadi, ketika bertemu orang yang dulu pernah menengokku saat sakit, mereka tidak menyangka melihat keadaanku saat ini. Aku bisa pulih kembali, bahkan Insya Allah lebih sehat dibanding kondisiku saat sebelum terkena stroke dulu. Kini aku sudah berhenti merokok. Tidurpun lebih teratur. Sehabis Shalat Isya aku kini sudah bersiap tidur. Kantong mataku kembali cerah. Tidak gelap seperti dulu. Napas juga terasa semakin longgar.
Dan pada bulan Januari tahun 2014 akhirnya aku mendapat kepercayaan kembali dengan mendapatkan SK penempatan sebagai Kepala Tanaman (Assisten Kepala) di Kebun Cikasungka Bogor. Kebun yang juga pernah menjadi tempat tugasku pada periode tahun 2006 - 2009 sebelumnya. Jadi ada sekitar 1,5 tahun aku menjalani masa pemulihan dari sakitku ini.
Kini, sudah empat belas bulan lebih aku menjalani waktu-waktu normalku. Dan sudah hampir tiga tahun sejak hari terkena stroke dulu itu. Beberapa kali terjadi, ketika bertemu orang yang dulu pernah menengokku saat sakit, mereka tidak menyangka melihat keadaanku saat ini. Aku bisa pulih kembali, bahkan Insya Allah lebih sehat dibanding kondisiku saat sebelum terkena stroke dulu. Kini aku sudah berhenti merokok. Tidurpun lebih teratur. Sehabis Shalat Isya aku kini sudah bersiap tidur. Kantong mataku kembali cerah. Tidak gelap seperti dulu. Napas juga terasa semakin longgar.
Kebanyakan orang
yang mengalami sakit sepertiku tidak bisa pulih normal kembali. Ada cacat
atau kelainan yang menyertai. Salah seorang Teman SMA-ku mengalami sakit
sepertiku. Batok kepalanya juga dibelah, tapi sayang tidak bisa menutup dengan
sempurna kembali.
Ada cerita dari
Wiwik, teman sekelasku saat SMA. Ketika teman-teman SMA-ku dulu menengok ke
Cilegon, mereka menangis melihat keadaanku. Salah seorang dari mereka, Diana
namanya, adalah seorang Dokter. Jadi dia memahami seluk beluk tentang medis.
Dari data-data angka yang bergantungan di sekitar tubuhku, Diana bisa membaca
bahwa saat itu kemungkinan hidupku hanya ada sekitar 30 %. Hanya keajaiban dan
Kuasa Allah sajalah aku masih mampu menjalani hidup dengan normal di dunia ini.
Dorongan semangat
dari segenap kerabat dan handai taulan sangat berperan besar dalam proses
pemulihanku. Dukungan Pak Budihardjo dan Pak Sri Hermawan tak akan pernah dapat
aku lupakan. Di akhir tahun 2012 Pak Sri Hermawan mengutusku ke Kantor Pusat
Bandung, untuk menunjukkan bahwa aku sudah sembuh, tinggal menempuh masa
pemulihan sampai normal kembali. Aku juga mendengar cerita, bahwa seyogyanya
karyawan dengan kondisi sepertiku itu biasanya akan ditempatkan dulu di Kantor
Wilayah. Tapi Pak Sri mengusahakan agar aku bisa menjalani masa pemulihan di
Kebun Cisalak Baru. Dan keadaan ini benar-benar sangat membantuku. Sebelum aku
ditempatkan di kebun Kertajaya dulu, aku memang mendapat penempatan di Kebun
Cisalak Baru. Dan setelah sakit aku kembali menempati kebun tersebut. Menjalani waktu menyusuri jalan-jalan di kebun Cisalak Baru benar-benar mampu membersihkan kanal-kanal memoriku. Setiap sudut
kebun Cisalak Baru yang sempat akrab denganku dua tahun sebelumnya kembali aku
temui. Juga saat ketika kini aku ditugaskan di Kebun Cikasungka. Kembali
menyusuri sudut-sudut kota Bogor yang pernah akrab denganku tujuh tahun yang lalu.
Pak Budihardjo
juga berperan besar dalam proses pemulihanku. Saat aku mengalami stroke di
kebun Kertajaya, beliau adalah Adm Kertajaya. Dan ketika aku menjalani
pemulihan di Cisalak Baru, beliau mutasi ke situ. Beliau sering mengajakku saat
keliling ke kebun. Melatih fisikku agar segera pulih, sekaligus memulihkan
ketajaman memoriku.
Bu Heri Hermawan, Istri Kabag SDM yang pernah menjadi atasanku dulu juga sering mengirimkan pesan BBM ke istriku. menanyakan perkembangan kabar kesehatanku serta memberikan dukungan semangat kepada istriku.
Masih banyak lagi
orang-orang yang berperan besar mengisi hari-hari pemulihanku. Pak Budi
Herdiana, rutin setiap bulan selalu mengirim pesan-pesan ke BBM-ku. Sekedar menanyakan
kabar dan sapaan ringan. Tapi pengaruhnya terhadapku sungguh luar biasa. Sering
terjadi, ketika mental kejiwaanku mengalami keterpurukan, BBM-BBM dari beliau
ini mampu membangkitkan semangatku lagi. Layaknya seteguk air dingin yang kita
dapatkan saat didera suasana panas yang menyengat. Juga sapaan-sapaan dari
sahabat-sahabat lainnya. Dari Oky Ferdinal, Bu Lia Rochmalia, Faridah, Dede
Gunardi, Mardi, Bang Fadhly, Bang Heri, Toni serta lainnya. Sungguh tak terkira rasa
syukurku, dikaruniai sahabat-sahabat sehebat ini.
Aku pernah iseng
saat membuka Fesbuk-ku. Aku hitung ucapan-ucapan doa yang terkirim melalui
fesbuk. Dan aku menemukan tiga ratus lebih doa yang terkirim. Dari family dan kerabat,
teman kerja PTPN 8 dan PTPN 1, teman kuliah, teman sekolah SMA, SMP dan SD, sahabat
fesbuk serta teman dari mereka semua. Derasnya kiriman doa ini berawal dari status fesbuk adikku yang mengabarkan kondisiku saat mendadak sakit itu. Dan
Alhamdulillah, doa mereka semua terkabul. Semoga segala kebaikan mereka untukku
ini dicatat sebagai amal baik mereka. Dan Allah yang akan membalas segala
kebaikan ini.
Aku yakin, ada
hikmah di setiap kejadian yang kita alami. Sampai saat
ini, aku masih terus merenung dan mencari, apa hikmah dari segala kejadian yang
aku alami di dunia. Terkadang terselip dalam pikiranku, hidup ini seperti sudah
diatur. Tapi bukankah hidup memang ada yang mengatur. Allah adalah Maha
Pengatur. Setiap detail kejadian yang terjadi dalam hidup ini tak lepas dari
pengaturan-Nya. Seperti dalam kejadian stroke-ku ini, siapa yang mengatur ada
tamu datang sekitar jam 2 malam. Waktu-waktu sebelumnya belum pernah aku
kedatangan tamu saat dini hari seperti itu. Dan di saat aku mengalami koma tempo hari
itu, di saat itulah ada serombongan orang yang digerakkan untuk bertamu
menemuiku. Seandainya tidak ada tamu datang, entah apa yang akan terjadi
denganku. Tengah malam aku terkena stroke, maka tak akan ada yang
memergokinya. Aku akan terhampar di kamar hingga siang hari. Dan mungkin
Malaikat pencabut nyawa yang akan kebagian menjalankan tugasnya..
Hidup yang aku
jalani sekarang, sungguh terasa sebagai hidup yang aku dapat dari Kasih Sayang
Illaahi Rabbi. Mungkin karena ada amanat yang menungguku di
dunia, sehingga Allah masih memberiku kesempatan untuk hidup. Ketiga anakku
masih sangat membutuhkanku. Adalah tugasku, untuk mengantarkan dan membawa
mereka menapaki sisa waktu di dunia dengan selamat. Selamat di dunia, yang
mampu juga membawa selamat di akhirat..
![]() |
Amanatku di dunia yang harus aku jaga dan selesaikan sebelum kembali pulang menghadap-NYA |
Hidup di dunia hanyalah sebentar. Hanya sekelebatan waktu saja. Tiga tahun setelah mengalami stroke ini, aku rasakan ingatanku justru semakin tajam. Detail detail yang ada saat masa kecilku dulu kini mampu kuingat dengan jelas. Setiap aku mengingat detail kejadian yang ada dalam memoriku, “suasana hati” yang ada waktu itu juga muncul terasa kembali.
Tak usahlah kita
terlalu memburu untuk dapat hidup berlebih di dunia ini. Semua yang mampu kita
capai dan raih pasti akan kita tinggalkan atau meninggalkan kita. Hanya catatan
amal saja yang akan terus mendampingi kita hingga kelak di masa keabadian. Baik catatan
amal baik maupun catatan amal buruk. Perbanyaklah bertaubat, memohon ampun atas
segala kesalahan yang kita ciptakan. Kita tak akan pernah tahu, sampai kapan
jatah usia kita di dunia. Dan saat kelak kita tahu jatah usia kita sudah habis,
maka terhenti jugalah segala kesempatan untuk menambah amal dan memohonkan ampun
atas segala kesalahan. Jangan sampai kita terhimpit oleh deraan penyesalan yang
teramat dahsyat karena kita terlambat menyadari tentang arti keberadaan kita di
dunia.
Allah telah
memberikan kita contoh, tentang kehidupan manusia yang Dia Inginkan. Dan
Rasulullah adalah sebaik-baik teladan untuk kita semua. Mari kita telusuri
kisah-kisah kehidupan Rasul beserta para sahabatnya. Dunia waktu itu sudah
berada dalam genggaman tangan dan pijakan kakinya. Tapi mereka tiada bergeming.
Tak ada satupun kemilau keindahan dunia ini yang menyilaukan mata hatinya.
Karena mereka sadar, tak mau menukar kebahagiaan abadi di Akhirat kelak dengan
sekedar kesenangan semu yang hanya sementara di dunia..
Dunia ini hanya
sementara..
Dan di akhiratlah
kehidupan yang abadi..
Kekal
selama-lamanya….
Alhamdulillaahi
Rabbil Aalaamiin… segala puji hanya milik Allah, Tuhan seru sekalian alam…
==============================================================
kisah di atas mengalami berulang kali proses edit. Karena aku membutuhkan waktu cukup lama untuk mengumpulkan kepingan-kepingan kisah ini dari begitu banyak sumber. Terkadang kepingan kisah itu tidak aku dapatkan dari sumber utama. Baru beberapa waktu kemudian aku bertemu dengan sumber utama kejadian saat itu, dan segera aku masukkan kisah otentik darinya sebagai pelurus kisah ini.
Entah apakah saat ini kisah yang aku tulis di atas ini memang benar-benar menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi saat itu ataukah masih ada simpangan lagi di beberapa detail kisahnya.
Entahlah...
Karena aku pun tak tahu, diriku sebenarnya berada dimana pada periode setelah tanggal 19 Juli 2012 itu....
Wallaahu 'alam...
0 Response to "Mendadak STROKE.... membanting bola kaca memori hingga pecah berkeping-keping.. berserakan"
Post a Comment